Minggu, 06 Maret 2011

Bus yang Dirancang Untuk Mengatasi Kemacetan Jakarta


Pepesan kosong. Begitulah kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal janji Pemda DKI membangun infrastuktur. Memperbaiki transportasi. Mengurangi kemacetan yang bikin banyak orang merengut saban hari. Menggerutu bahwa ibukota membuat kita tua di jalan, dan membuat biaya hidup begitu boros."Saya sudah kenyangdengan banyak sekali komitmen seperti pembangunan infrastuktur di DKI," kata Presiden SBY.
Kemacetan di Jakarta memang seperti sudah penyakit kronis. Mantan Walikota Bogota, yang sukses menata kesemrawutan dan kemacetan di kotanya menyebutkan bahwa Jakarta sudah seperti penyakit kanker. Penyebab kemacetan dan sebabnya ada di mana-mana. Jakarta adalah kota di mana pembangunan pusat perbelanjaan di tengah kota terus bergemuruh.
Sejumlah solusi memang sudah disiapkan. Dari Monorel, Mass Rapid Transit, kebijakan electronic road pricing atau ERP, dan pembangunan jalan bebas hambatan. Tapi sangat sedikit dari semua rencana besar itu yang berjalan seperti Bus Transjakarta dan jalan layang yang kini sedang dibangun.Tapi  belakangan ini kemacetan malah kian parah.
Kini ada lagi tawaran baru. Bus "mengangkang."  Elevated Bus. Bus 'mengangkang'  ini adalah salah satu skema futuristik China-- yang dianggap ramah lingkungan dan mampu mengurangi kemacetan tanpa harus menggusur bangunan untuk melebarkan jalan. Perusahaan Shenzhen Huashi Future Parking Equipment sedang mengembangkan "3D Express Coach", bus cepat tiga dimensi ini di China.

Inovasi bus canggih menggunakan energi kombinasi dari listrik dan energi matahari ini memungkinkan mobil-mobil -- dengan ketinggian maksimal 2 meter melewati kolong bus, ketika bus raksasa itu melaju.
Berbeda dengan di China, di Jakarta moda bus-mengangkang bisa diterapkan tanpa menggunakan rel. Ruas-ruas jalan yang ada saat ini di Ibukota bisa langsung dimanfaatkan tanpa harus membangun infrastruktur baru.



Pemerintah DKI Jakarta tinggal menambah kekuatan jalan karena bobot bus itu sangat berat. "Satu gerbong bus beratnya 36 ton yang membutuhkan jalan yang lebih kuat," kata Leo Kusima, Komisaris PT Alpha Beta Gamma (ABG), perusahaan pemegang lisensi sistem bus-mengangkang dari China kepada VIVAnews.com.

Biaya dan waktu pembangunan yang diperlukan sistem bus-mengangkang jauh lebih murah dibandingkan moda Mass Rapid Transit (MRT). satu gerbong bus ini bisa mengangkut hingga 350 penumpang. Bila satu rangkaian bus terdapat empat gerbong, bisa mengangkut 1.400 penumpang sekali jalan

Jika dibandingkan dengan bus Transjakarta yang hanya mengangkut 40 penumpang, bus ini lebih tepat dijadikan sebagai transportasi massal, setelah kereta rel listrik. Untuk lebih jelasnya bisa melihat tayangan video ini.





Harga satu gerbong bus mencapai US$5,5 juta atau sekitar Rp49 miliar dengan kurs Rp9.000. Jumlah ini jauh lebih murah dibandingkan dengan proyek mass rapid transit (MRT) yang diproyeksikan bakal menghabiskan dana Rp15 triliun.

Pembangunan infrastruktur bus hanya akan memakan waktu satu tahun. Taksiran biayanya hanya 500 juta yuan atau US$73 juta dan jika dirupiahkan hanya Rp675 miliar. Sementara untuk membangun MRT dibutuhkan waktu selama 4 tahun.

Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaku belum tertarik dengan penawaran investor asal Cina terkait pembangunan infrastruktur bus 'mengangkang' ini.

Menurut Asisten bidang Perekonomian Provinsi DKI Jakarta Hasan Basri Saleh, pemprov DKI tidak ingin gegabah menerapkan sistem tersebut karena belum pernah ada moda transportasi massal jenis itu di Jakarta.

Jalan Panjang Mengatasi Macet Jakarta
Jalan panjang mengatasi macet Jakarta sudah dimulai sejak 15 Januari 2004. Pembangunan bus Transjakarta atau umum disebut busway yang meluncur di koridor I (Blok M-Kota) mulai diterapkan.

Tapi, Jakarta ternyata tidak siap dan tidak mampu menyediakan infrastruktur angkutan massal ini. Kemajuan transportasi yang bertujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, dan manusiawi itu berjalan sangat lambat.

Setelah dua tahun, busway hanya bertambah dua trayek atau koridor II (Polugadung-Harmoni) dan koridor III (Kalideres-Harmoni). Padahal kemacetan yang ditimbulkan dengan pembangunan jalur ini tidak sebanding dengan perkembangan saran bus dengan jalur khusus itu.

Selama tujuh tahun lebih, bus Transjakarta baru tersedia hingga 11 koridor. Pada awal 2011 ini dengan segala permasalahan, diluncurkan busway koridor IX (Pinang Ranti-Pluit) dan koridor X (Cililitan-Tanjung Priok). Padahal bus bebas hambatan ini sudah harus beroperasi hingga koridor XV (Ciledug-Blok M).

Solusi kemacetan kemudian berlanjut dengan proyek monorel yang kosepnya mulai dilaksanakan pada Juni 2004, yang membutuhkan dana hingga Rp54 triliun. Tapi pembangunan fisiknya terhenti pada 2007 dan sekarang ini hanya menyisakan tiang pancang monorel yang mangkrak.

Kini, Pemerintah Jakarta sedang mempersiapkan pembangunan mega proyek Mass Rapid Transit (MRT) yang akan mulai dilakukan pada akhir 2012, dan ditarget selesai 2016 mendatang.

MRT yang berbasis rel rencananya akan membentang sekitar 110,3 kilometer. Terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Koridor Lebak Bulus - Kampung Bandan) sepanjang 23,3 kilometer dan Koridor Timur – Barat  sepanjang 87 kilometer.

Banyak kendala dalam pembebasan lahan yang ditarget selesai pada akhir 2011 ini. Mulai dari penggusuran Stadion Lebak Bulus dan sejumlah pemukiman warga.

Kini Pemerintah Jakarta juga terkendala untuk menerapkan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) yang dianggap mampu mengatasi kemacetan.  Pemerintah Jakarta masih menunggu legal aspek atau payung hukum dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan. Dengan kendala ini, tidak jelas kapan ERP dapat diterapkan di Jakarta.

Peraturan jalan berbayar dinilai sebagai kebijakan yang terlalu dipaksakan atau represif dan tidak akan mengurangi kemacetan Jakarta.

Kebijakan ini dinilai merupakan cara pemaksaan yang dapat menghilangkan hak masyarakat, padahal kondisi transportasi publik saat ini dibiarkan buruk. Sistem ERP akan lebih efektif dilakukan bila sudah dilakukan pembenahan dari segi transpotasi publik atau ruas jalan yang memadai.

Pembangunan jalan layang non tol juga sedang dilakukan. Tapi kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan dengan menambah jejaring jalan dianggap sebagai solusi candu.

Menurut Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan, pembangunan jalan hanya memberikan manfaat jangka pendek tanpa menyelesaikan masalah secara menyeluruh.

"Manfaatnya hanya sesaat, nanti setelah flyover dibangun, muncul masalah lain lagi," ujar Tigor dalam diskusi 'Mengurai Masalah Infrastruktur di DKI Jakarta' di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat 4 Maret 2011.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Andrianof Chaniago meminta Pemerintah Jakarta jeli dengan kebutuhan masyarakat dibanding merencanakan proyek-proyek adopsi dari negara lain yang belum tentu sesuai dengan karakter Jakarta.

Selain itu, menurut Andrinof, pemangku jabatan ibukota juga perlu melihat langsung kondisi di lapangan agar paham saat menyusun solusi mengatasi kemacetan.

"Gubernur dan Walikota itu seharusnya menghabiskan setengah hari di jalanan Jakarta, bukan cuma berkantor di dalam saja. Lihat langsung macet Jakarta, biar jangan berimajinasi saja atasi kemacetan," tegasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan koment tapi jangan mengandung SARA dan porno ya